Peristiwa – DPRD Kabupaten Malang secara tegas mendesak Pemerintah Kabupaten untuk menghentikan suplai air bersih dari sumber mata air di wilayah Kabupaten ke Kota Malang. Langkah ini didorong oleh temuan terbaru yang menunjukkan ketimpangan antara pendapatan daerah dan nilai jual air bersih oleh Kota Malang kepada masyarakat.

Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarrok, mengungkapkan bahwa harga pembelian air oleh Kota Malang dari Kabupaten hanya Rp 200 per meter kubik untuk Sumber Wendit dan Rp 150 untuk Sumber Pitu. Namun, air tersebut kemudian dijual ke masyarakat Kota Malang dengan harga yang jauh lebih tinggi, mulai dari Rp 3.400 untuk rumah tangga hingga Rp 14.300 per meter kubik untuk kalangan industri.

“Jadi wajar kalau kami minta kenaikan, karena di Kota Malang air ini dijual mahal ke warga hingga 17 kali lipat harga beli. Semisal dijual murah, saya kira tidak masalah,” tegas Zulham, Selasa (24/6).

Zulham menilai, sengketa air bersih antara Kabupaten dan Kota Malang bukan persoalan baru. Sebaliknya, sudah berlangsung bertahun-tahun. Padahal, sebagian besar kebutuhan air bersih Kota Malang disuplai dari sumber air di wilayah Kabupaten, seperti Sumber Wendit di Pakis, Sumber Karangan dan Donowarih di Karangploso, serta Sumber Pitu di Tumpang.

”Ironisnya, di wilayah Kabupaten sendiri masih banyak desa yang kesulitan air bersih dan mengalami kekeringan setiap tahun. Tapi justru air dari daerah kita dijual untuk warga kota dan dijadikan komoditas bisnis,” kritik Zulham, yang juga merupakan anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Melihat kondisi tersebut, Zulham meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali turun tangan. Lembaga antikorupsi ini sebelumnya pernah memediasi konflik serupa pada tahun 2022. Ia menilai, perlu ada kajian ulang terhadap harga dasar air bersih yang adil, mengingat keuntungan besar yang diraup oleh PD Tugu Tirta Kota Malang tidak sebanding dengan kontribusi yang diberikan kepada Kabupaten sebagai pemilik sumber daya.

“Sudah waktunya Pemkot mandiri, tidak terus menyusu ke Kabupaten, terutama dalam urusan pemenuhan hajat hidup warganya sendiri. Lihat Surabaya, mereka bisa olah air sungai menjadi air PAM,” imbuhnya, yang juga duduk di Komisi 4 DPRD Kabupaten Malang.

Sebagai informasi, pada tahun 2022 telah digelar pertemuan di Solo yang dimotori oleh Tim Korsupgah KPK, mempertemukan Bupati Malang Drs. H. M. Sanusi, MM dan Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan terkait mekanisme pengelolaan serta pemanfaatan sumber mata air, termasuk Sumberpitu dan Sumber Wendit. Salah satu poin pentingnya adalah penetapan beban pengusahaan serta tarif kompensasi. Namun dalam praktiknya, Pemkot Malang kerap dilaporkan wanprestasi dan menjual air jauh di atas harga dasar.

Anggota Komisi 2 DPRD Kabupaten Malang, Ukasyah Ali Murtadlo, menambahkan bahwa sepanjang 2024, pendapatan Kabupaten Malang dari kompensasi air bersih hanya mencapai Rp 8,096 miliar dari Sumber Wendit. Sementara dari Sumber Karangan, Donowarih, dan Sumber Sari di Karangploso, pemasukan hanya Rp 164 juta per tahun.

“Untuk Sumber Pitu di Tumpang, laporan menyebutkan pendapatan Kabupaten mencapai Rp 1,3 miliar per tahun,” jelas Ukasyah.

Anggota Fraksi Partai Gerindra itu juga mengasumsikan bahwa dengan harga jual terendah sekalipun, pendapatan PD Tugu Tirta Kota Malang dari Sumber Wendit bisa mencapai Rp 137,6 miliar per tahun. Sedangkan dari Sumber Pitu, angkanya diperkirakan mencapai Rp 22 miliar.

“Akan lebih adil jika hal ini dihitung ulang, atas nama keadilan dan sebagai langkah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Malang sebagai pemilik sumber air,” tegasnya. (\*)